tag:blogger.com,1999:blog-31607260479974142162024-02-07T13:37:32.596-08:00Beauty Of Jawa BaratBlog ini berisi tentang artikel-artikel travel yang ada di daerah jawa barat.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-21656657232138795462013-01-25T18:14:00.004-08:002013-01-25T18:14:57.597-08:00Longser
<h2>
Teater Tradisi Jawa Barat “Longser”</h2>
<img class="gbrsingle" src="http://palingindonesia.com/wp-content/themes/palingindonesia/thumb.php?src=http://palingindonesia.com/wp-content/uploads/2012/05/longser-sunda-10.jpg&w=320&h=300&zc=1" />
<div id="share" style="float: right; margin: 0 0 10px 10px; width: 60px;">
<div class="share-fb" style="margin-bottom: 10px;">
<div class="fb-share-button fb_iframe_widget" data-type="box_count">
<span style="height: 59px; width: 61px;"></span></div>
</div>
<div class="share-lintasberita">
<a href="http://www.lintasberita.com/kirimmedia/url:http://palingindonesia.com/teater-tradisi-jawa-barat-longser/">
</a>
</div>
</div>
Longser adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup
di daerah Priangan Jawa Barat. Sebagai teater rakyat,Longser dipentaskan
di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longser
hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan
rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longser digelar, apakah tempat
ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.<br />
Menelusuri sejarah Longser, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil
(nama aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longser.Dalam kurun
waktu 1920-1960, Longser Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya. Selain
Longser Bang Tilil, salah satu kelompok Longser yang cukup terkenal
adalah Longser Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar (pernah berguru
kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis
sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun.<br />
Sebuah pergelaran Longser biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh
musik), pemain,bodor (pelawak),dan ronggeng (penari merangkap penyanyi)
yang berfungsi daya tarik tersendiri bagi penonton. Struktur Longser
biasanya terdiri dari Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa
pertunjukan Longser dimulai. Kidung sebagai bubuka yang dianggap
memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain
kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang kidung biasanya
dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.<br />
Munculnya penari-penari yang diawali dgn wawayangan(tarian perkenalan
para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dgn julukan seperti si
Oray, si Asoy, si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan dengan eplok
cendol,tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan). Penampilan
bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian
ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa.<br />
Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari
kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian. Musik
longser terdiri dari Kendang, Bonang, rebab, Rincik, Gambang, Saron I
dan saron II, Kecrek, Jengklong, Goong, dan Ketuk yang kesemuanya
berlaras Salendro. Busana yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi
warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya memakai
kebaya dan samping batik, untuk lelaki memakai baju kampret dengan
celana sontog dan ikat kepala .<br />
Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen
dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai
pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang
diambil dengan garapan baru.<br />
Sumber :http://grania-9a.blogspot.com/2012/01/seni-teater-jawa-barat-longser.html<br />
Seni Longser yang sampai saat ini masih di lestarikan juga oleh
beberapa kelompok seni di Jawa Barat,dari Kelompok 282 yang berada di
jln,Kopo no 282 Bandung.Kesenian Longser di padukan dengan kondisi era
tahun ini,selain untuk melestarikan seni Budaya Tradisi teater longser,
sekaligus untuk di cintai dan di minati oleh generasi saat ini, agar
seni Tradisi abadi dengan bumbu modernisasi yang tidak menghilangkan ke
aslian dari seni budaya itu sendiri, semoga semua warisan baik alam,
seni dan keindahan budaya yang ada di negeri ini tetap lestari dan dapat
mengharumkan negeri.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-40369286543508507302013-01-25T18:13:00.000-08:002013-01-25T18:13:26.506-08:00<table id="asn-dismissable-notice" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; width: 100%px;"><tbody>
<tr><td><div id="advancedSiteNotices" style="min-height: 24px;">
Selamat datang di Wikipedia bahasa Indonesia</div>
</td><td>[<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#">tutup</a>]</td></tr>
</tbody></table>
<h1 class="firstHeading" id="firstHeading" lang="id">
<span dir="auto">Jaipongan</span></h1>
<div id="siteSub">
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas</div>
<div id="contentSub">
<div class="flaggedrevs_short plainlinks noprint" id="mw-fr-revisiontag">
<img alt="Perubahan tertunda ditampilkan di halaman ini" class="flaggedrevs-icon" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/extensions/FlaggedRevs/frontend/modules/img/1.png" title="Perubahan tertunda ditampilkan di halaman ini" /><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan:Validasi_halaman" title="Bantuan:Validasi halaman">Belum Diperiksa</a></b></div>
</div>
<div class="mw-jump" id="jump-to-nav">
Langsung ke: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#mw-head">navigasi</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#p-search">cari</a>
</div>
<table cellspacing="3" class="infobox" style="background: #FFDDAA; border-spacing: 3px; border: 2px #2A2286 solid; width: 22em;">
<tbody>
<tr>
<th class="" colspan="2" style="font-size: 125%; font-weight: bold; text-align: center;"><a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_dari_Indonesia" title="Musik dari Indonesia">Musik dari Indonesia</a></th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Traditional_indonesian_instruments04.jpg"><img alt="Traditional indonesian instruments04.jpg" height="133" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/7e/Traditional_indonesian_instruments04.jpg/200px-Traditional_indonesian_instruments04.jpg" width="200" /></a><br />
Gong dari Jawa</td>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Garis_waktu_tren_musik_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Garis waktu tren musik Indonesia (halaman belum tersedia)">Garis waktu</a> • <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Contoh_musik_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Contoh musik Indonesia (halaman belum tersedia)">Contoh</a></td>
</tr>
<tr>
<th class="" colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;">Ragam</th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_klasik_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Musik klasik Indonesia (halaman belum tersedia)">Klasik</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kecak" title="Kecak">Kecak</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kecapi_suling&action=edit&redlink=1" title="Kecapi suling (halaman belum tersedia)">Kecapi suling</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tembang_Sunda&action=edit&redlink=1" title="Tembang Sunda (halaman belum tersedia)">Tembang Sunda</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_pop_Indonesia" title="Musik pop Indonesia">Pop</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dangdut" title="Dangdut">Dangdut</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Indonesian_hip_hop&action=edit&redlink=1" title="Indonesian hip hop (halaman belum tersedia)">Hip hop</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong" title="Keroncong">Keroncong</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gambang_keromong" title="Gambang keromong">Gambang keromong</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gambus" title="Gambus">Gambus</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><b class="selflink">Jaipongan</b> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Langgam_Jawa" title="Langgam Jawa">Langgam Jawa</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pop_Batak&action=edit&redlink=1" title="Pop Batak (halaman belum tersedia)">Pop Batak</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pop_Minang&action=edit&redlink=1" title="Pop Minang (halaman belum tersedia)">Pop Minang</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pop_Sunda&action=edit&redlink=1" title="Pop Sunda (halaman belum tersedia)">Pop Sunda</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Qasidah_modern&action=edit&redlink=1" title="Qasidah modern (halaman belum tersedia)">Qasidah modern</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_rock_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Musik rock Indonesia (halaman belum tersedia)">Rock</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tapanuli_ogong&action=edit&redlink=1" title="Tapanuli ogong (halaman belum tersedia)">Tapanuli ogong</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tembang_Jawa&action=edit&redlink=1" title="Tembang Jawa (halaman belum tersedia)">Tembang Jawa</a></span></td>
</tr>
<tr>
<th class="" colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;">Bentuk tertentu</th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung" title="Angklung">Angklung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Beleganjur&action=edit&redlink=1" title="Beleganjur (halaman belum tersedia)">Beleganjur</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Calung" title="Calung">Calung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan" title="Gamelan">Gamelan</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_degung&action=edit&redlink=1" title="Gamelan degung (halaman belum tersedia)">Degung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gambang&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gambang (halaman belum tersedia)">Gambang</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gong_gede&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gong gede (halaman belum tersedia)">Gong gede</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gong_kebyar&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gong kebyar (halaman belum tersedia)">Gong kebyar</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_jegog&action=edit&redlink=1" title="Gamelan jegog (halaman belum tersedia)">Jegog</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_joged_bumbung&action=edit&redlink=1" title="Gamelan joged bumbung (halaman belum tersedia)">Joged bumbung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_salendro&action=edit&redlink=1" title="Gamelan salendro (halaman belum tersedia)">Salendro</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_selunding&action=edit&redlink=1" title="Gamelan selunding (halaman belum tersedia)">Selunding</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_semar_pegulingan&action=edit&redlink=1" title="Gamelan semar pegulingan (halaman belum tersedia)">Semar pegulingan</a></span></td>
</tr>
<tr>
<th class="" colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;">Musik daerah</th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Bali&action=edit&redlink=1" title="Musik Bali (halaman belum tersedia)">Bali</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Kalimantan&action=edit&redlink=1" title="Musik Kalimantan (halaman belum tersedia)">Kalimantan</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Jawa&action=edit&redlink=1" title="Musik Jawa (halaman belum tersedia)">Jawa</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Kepulauan_Maluku&action=edit&redlink=1" title="Musik Kepulauan Maluku (halaman belum tersedia)">Kepulauan Maluku</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Papua&action=edit&redlink=1" title="Musik Papua (halaman belum tersedia)">Papua</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Sulawesi&action=edit&redlink=1" title="Musik Sulawesi (halaman belum tersedia)">Sulawesi</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Sumatera&action=edit&redlink=1" title="Musik Sumatera (halaman belum tersedia)">Sumatera</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_Sunda&action=edit&redlink=1" title="Musik Sunda (halaman belum tersedia)">Sunda</a></span></td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="thumb tright">
<div class="thumbinner" style="width: 242px;">
<a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="218" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/26/Jaipongan.jpg/240px-Jaipongan.jpg" width="240" /></a>
<br />
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan.jpg" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Jaipongan</div>
</div>
</div>
<b>Jaipongan</b> adalah sebuah jenis <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarian_Indonesia" title="Tarian Indonesia">tari pergaulan</a> tradisional <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Sunda" title="Orang Sunda">masyarakat Sunda</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Barat" title="Jawa Barat">Jawa Barat</a>, yang cukup populer di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia" title="Indonesia">Indonesia</a>.<br />
<table class="toc" id="toc">
<tbody>
<tr>
<td><div id="toctitle">
<h2>
Daftar isi</h2>
</div>
<ul>
<li class="toclevel-1 tocsection-1"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#Sejarah"><span class="tocnumber">1</span> <span class="toctext">Sejarah</span></a></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#Perkembangan"><span class="tocnumber">2</span> <span class="toctext">Perkembangan</span></a></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-3"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#Sumber_rujukan"><span class="tocnumber">3</span> <span class="toctext">Sumber rujukan</span></a></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-4"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#Pranala_luar"><span class="tocnumber">4</span> <span class="toctext">Pranala luar</span></a></li>
</ul>
</td>
</tr>
</tbody></table>
<h2>
<span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2>
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bandung" title="Bandung">Bandung</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gugum_Gumbira" title="Gugum Gumbira">Gugum Gumbira</a>,
sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis
musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat
Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi
yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat
yang sudah berkembang sebelumnya, seperti <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketuk_Tilu&action=edit&redlink=1" title="Ketuk Tilu (halaman belum tersedia)">Ketuk Tilu</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kliningan&action=edit&redlink=1" title="Kliningan (halaman belum tersedia)">Kliningan</a>, serta <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ronggeng&action=edit&redlink=1" title="Ronggeng (halaman belum tersedia)">Ronggeng</a>.
Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk
Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola
gerak tari tradisi yang ada pada <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kliningan&action=edit&redlink=1" title="Kliningan (halaman belum tersedia)">Kliningan</a>/<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bajidoran&action=edit&redlink=1" title="Bajidoran (halaman belum tersedia)">Bajidoran</a> atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak <i>bukaan</i>, <i>pencugan</i>, <i>nibakeun</i> dan beberapa ragam gerak <i>mincid</i> dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.<br />
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh
yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan
perkotaan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Priangan" title="Priangan">Priangan</a> misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa <i>Ball Room</i>
dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi
tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas
dari keberadaan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ronggeng&action=edit&redlink=1" title="Ronggeng (halaman belum tersedia)">ronggeng</a>
dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Sunda" title="Orang Sunda">Sunda</a>, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1916" title="1916">1916</a>. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rebab" title="Rebab">rebab</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kendang" title="Kendang">kendang</a>, dua buah <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kulanter&action=edit&redlink=1" title="Kulanter (halaman belum tersedia)">kulanter</a>, tiga buah <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketuk&action=edit&redlink=1" title="Ketuk (halaman belum tersedia)">ketuk</a>, dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gong" title="Gong">gong</a>.
Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak
yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.<br />
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Doger&action=edit&redlink=1" title="Doger (halaman belum tersedia)">Doger</a>/<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tayub" title="Tayub">Tayub</a>) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karawang" title="Karawang">Karawang</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bekasi" title="Bekasi">Bekasi</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Purwakarta" title="Purwakarta">Purwakarta</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indramayu" title="Indramayu">Indramayu</a>, dan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Subang" title="Subang">Subang</a>)
dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun
peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya
(Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Topeng_Banjet&action=edit&redlink=1" title="Topeng Banjet (halaman belum tersedia)">Topeng Banjet</a>
cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak
Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara
koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu)
yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar
penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan
selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban
dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pencak_Silat&action=edit&redlink=1" title="Pencak Silat (halaman belum tersedia)">Pencak Silat</a>.<br />
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya
Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang
karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya
pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu,
baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu
menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Perkembangan">Perkembangan</span></h2>
<div class="thumb tleft">
<div class="thumbinner" style="width: 202px;">
<a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="141" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f6/Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg/200px-Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg" width="200" /></a>
<br />
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Jaipongan Mojang Priangan</div>
</div>
</div>
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rendeng_Bojong&action=edit&redlink=1" title="Rendeng Bojong (halaman belum tersedia)">Rendeng Bojong</a>" yang keduanya merupakan jenis <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tari_putri&action=edit&redlink=1" title="Tari putri (halaman belum tersedia)">tari putri</a> dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tati_Saleh" title="Tati Saleh">Tati Saleh</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yeti_Mamat&action=edit&redlink=1" title="Yeti Mamat (halaman belum tersedia)">Yeti Mamat</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Eli_Somali&action=edit&redlink=1" title="Eli Somali (halaman belum tersedia)">Eli Somali</a>, dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepen_Dedi_Kurniadi&action=edit&redlink=1" title="Pepen Dedi Kurniadi (halaman belum tersedia)">Pepen Dedi Kurniadi</a>. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Erotisme" title="Erotisme">erotis</a>
dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira
mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1980" title="1980">1980</a> dipentaskan di <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/TVRI" title="TVRI">TVRI</a>
stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih
meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan
maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan
pemerintah.<br />
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian
rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari
Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk
menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh
pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana
perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para
penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar
Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di
Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).<br />
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi
pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga
ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang
Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi
tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan
diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).<br />
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1980" title="1980">1980</a>-<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1990-an" title="1990-an">1990-an</a>, di mana <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gugum_Gumbira" title="Gugum Gumbira">Gugum Gumbira</a> menciptakan tari lainnya seperti <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toka-toka&action=edit&redlink=1" title="Toka-toka (halaman belum tersedia)">Toka-toka</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Setra_Sari&action=edit&redlink=1" title="Setra Sari (halaman belum tersedia)">Setra Sari</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sonteng&action=edit&redlink=1" title="Sonteng (halaman belum tersedia)">Sonteng</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pencug&action=edit&redlink=1" title="Pencug (halaman belum tersedia)">Pencug</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kuntul_Mangut&action=edit&redlink=1" title="Kuntul Mangut (halaman belum tersedia)">Kuntul Mangut</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Iring-iring_Daun_Puring&action=edit&redlink=1" title="Iring-iring Daun Puring (halaman belum tersedia)">Iring-iring Daun Puring</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rawayan&action=edit&redlink=1" title="Rawayan (halaman belum tersedia)">Rawayan</a>, dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tari_Kawung_Anten&action=edit&redlink=1" title="Tari Kawung Anten (halaman belum tersedia)">Tari Kawung Anten</a>. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Iceu_Effendi&action=edit&redlink=1" title="Iceu Effendi (halaman belum tersedia)">Iceu Effendi</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yumiati_Mandiri&action=edit&redlink=1" title="Yumiati Mandiri (halaman belum tersedia)">Yumiati Mandiri</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Miming_Mintarsih&action=edit&redlink=1" title="Miming Mintarsih (halaman belum tersedia)">Miming Mintarsih</a>, Nani, Erna, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mira_Tejaningrum&action=edit&redlink=1" title="Mira Tejaningrum (halaman belum tersedia)">Mira Tejaningrum</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ine_Dinar&action=edit&redlink=1" title="Ine Dinar (halaman belum tersedia)">Ine Dinar</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ega,_Nuni&action=edit&redlink=1" title="Ega, Nuni (halaman belum tersedia)">Ega, Nuni</a>, Cepy, Agah, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Aa_Suryabrata&action=edit&redlink=1" title="Aa Suryabrata (halaman belum tersedia)">Aa Suryabrata</a>, dan Asep.<br />
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas
keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting
yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat,
maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan
misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang
ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang,
degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan
rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan
Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh
Mr. Nur & Leni dan bukan sayaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-89545973518559253322013-01-25T18:06:00.002-08:002013-01-25T18:06:29.798-08:00Jaipongan<table id="asn-dismissable-notice" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; width: 100%px;"><tbody>
<tr><td><div id="advancedSiteNotices" style="min-height: 24px;">
<br /></div>
</td><td><br /></td></tr>
</tbody></table>
<h1 class="firstHeading" id="firstHeading" lang="id">
<span dir="auto">Jaipongan</span></h1>
<br /><div class="mw-jump" id="jump-to-nav">
<a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" class="thumbimage" height="218" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/26/Jaipongan.jpg/240px-Jaipongan.jpg" width="240" /></a><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan#p-search"><br /></a>
</div>
<table cellspacing="3" class="infobox" style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(255, 221, 170); border-spacing: 3px; border: 2px solid rgb(42, 34, 134); height: 17px; width: 1px;">
<tbody>
<tr><th class="" colspan="1" style="font-size: 125%; font-weight: bold; text-align: center;"></th></tr>
<tr class=""><td class="" colspan="1" style="text-align: center;"></td></tr>
<tr class=""><td class="" colspan="1" style="text-align: center;"></td></tr>
<tr><th class="" colspan="1" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;"></th></tr>
<tr class=""><td class="" colspan="1" style="text-align: center;"></td></tr>
<tr><th class="" colspan="1" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;"></th></tr>
<tr class=""><td class="" colspan="1" style="text-align: center;"></td></tr>
<tr><th class="" colspan="1" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;"></th></tr>
<tr class=""><td class="" colspan="1" style="text-align: center;"></td></tr>
</tbody></table>
<div class="thumb tright">
<div class="thumbinner" style="width: 242px;">
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan.jpg" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Jaipongan</div>
</div>
</div>
<b>Jaipongan</b> adalah sebuah jenis <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarian_Indonesia" title="Tarian Indonesia">tari pergaulan</a> tradisional <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Sunda" title="Orang Sunda">masyarakat Sunda</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Barat" title="Jawa Barat">Jawa Barat</a>, yang cukup populer di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia" title="Indonesia">Indonesia</a>.<br />
<table class="toc" id="toc">
<tbody>
<tr>
<td></td>
</tr>
</tbody></table>
<h2>
<span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2>
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bandung" title="Bandung">Bandung</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gugum_Gumbira" title="Gugum Gumbira">Gugum Gumbira</a>,
sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis
musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat
Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi
yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat
yang sudah berkembang sebelumnya, seperti <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketuk_Tilu&action=edit&redlink=1" title="Ketuk Tilu (halaman belum tersedia)">Ketuk Tilu</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kliningan&action=edit&redlink=1" title="Kliningan (halaman belum tersedia)">Kliningan</a>, serta <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ronggeng&action=edit&redlink=1" title="Ronggeng (halaman belum tersedia)">Ronggeng</a>.
Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk
Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola
gerak tari tradisi yang ada pada <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kliningan&action=edit&redlink=1" title="Kliningan (halaman belum tersedia)">Kliningan</a>/<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bajidoran&action=edit&redlink=1" title="Bajidoran (halaman belum tersedia)">Bajidoran</a> atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak <i>bukaan</i>, <i>pencugan</i>, <i>nibakeun</i> dan beberapa ragam gerak <i>mincid</i> dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.<br />
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh
yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan
perkotaan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Priangan" title="Priangan">Priangan</a> misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa <i>Ball Room</i>
dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi
tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas
dari keberadaan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ronggeng&action=edit&redlink=1" title="Ronggeng (halaman belum tersedia)">ronggeng</a>
dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Sunda" title="Orang Sunda">Sunda</a>, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1916" title="1916">1916</a>. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rebab" title="Rebab">rebab</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kendang" title="Kendang">kendang</a>, dua buah <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kulanter&action=edit&redlink=1" title="Kulanter (halaman belum tersedia)">kulanter</a>, tiga buah <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ketuk&action=edit&redlink=1" title="Ketuk (halaman belum tersedia)">ketuk</a>, dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gong" title="Gong">gong</a>.
Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak
yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.<br />
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Doger&action=edit&redlink=1" title="Doger (halaman belum tersedia)">Doger</a>/<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tayub" title="Tayub">Tayub</a>) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karawang" title="Karawang">Karawang</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bekasi" title="Bekasi">Bekasi</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Purwakarta" title="Purwakarta">Purwakarta</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indramayu" title="Indramayu">Indramayu</a>, dan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Subang" title="Subang">Subang</a>)
dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun
peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya
(Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Topeng_Banjet&action=edit&redlink=1" title="Topeng Banjet (halaman belum tersedia)">Topeng Banjet</a>
cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak
Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara
koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu)
yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar
penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan
selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban
dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pencak_Silat&action=edit&redlink=1" title="Pencak Silat (halaman belum tersedia)">Pencak Silat</a>.<br />
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya
Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang
karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya
pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu,
baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu
menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Perkembangan">Perkembangan</span></h2>
<div class="thumb tleft">
<div class="thumbinner" style="width: 202px;">
<a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg"><img alt="" class="thumbimage" height="141" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f6/Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg/200px-Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg" width="200" /></a>
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jaipongan_Bunga_Tanjung_02.jpg" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf7/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Jaipongan Mojang Priangan</div>
</div>
</div>
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rendeng_Bojong&action=edit&redlink=1" title="Rendeng Bojong (halaman belum tersedia)">Rendeng Bojong</a>" yang keduanya merupakan jenis <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tari_putri&action=edit&redlink=1" title="Tari putri (halaman belum tersedia)">tari putri</a> dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tati_Saleh" title="Tati Saleh">Tati Saleh</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yeti_Mamat&action=edit&redlink=1" title="Yeti Mamat (halaman belum tersedia)">Yeti Mamat</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Eli_Somali&action=edit&redlink=1" title="Eli Somali (halaman belum tersedia)">Eli Somali</a>, dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepen_Dedi_Kurniadi&action=edit&redlink=1" title="Pepen Dedi Kurniadi (halaman belum tersedia)">Pepen Dedi Kurniadi</a>. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Erotisme" title="Erotisme">erotis</a>
dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira
mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1980" title="1980">1980</a> dipentaskan di <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/TVRI" title="TVRI">TVRI</a>
stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih
meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan
maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan
pemerintah.<br />
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian
rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari
Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk
menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh
pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana
perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para
penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar
Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di
Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).<br />
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris,
semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu
tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi
pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga
ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni
Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang
Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya
dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi
tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton
(bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan
diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).<br />
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1980" title="1980">1980</a>-<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1990-an" title="1990-an">1990-an</a>, di mana <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gugum_Gumbira" title="Gugum Gumbira">Gugum Gumbira</a> menciptakan tari lainnya seperti <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Toka-toka&action=edit&redlink=1" title="Toka-toka (halaman belum tersedia)">Toka-toka</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Setra_Sari&action=edit&redlink=1" title="Setra Sari (halaman belum tersedia)">Setra Sari</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sonteng&action=edit&redlink=1" title="Sonteng (halaman belum tersedia)">Sonteng</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pencug&action=edit&redlink=1" title="Pencug (halaman belum tersedia)">Pencug</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kuntul_Mangut&action=edit&redlink=1" title="Kuntul Mangut (halaman belum tersedia)">Kuntul Mangut</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Iring-iring_Daun_Puring&action=edit&redlink=1" title="Iring-iring Daun Puring (halaman belum tersedia)">Iring-iring Daun Puring</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rawayan&action=edit&redlink=1" title="Rawayan (halaman belum tersedia)">Rawayan</a>, dan <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tari_Kawung_Anten&action=edit&redlink=1" title="Tari Kawung Anten (halaman belum tersedia)">Tari Kawung Anten</a>. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Iceu_Effendi&action=edit&redlink=1" title="Iceu Effendi (halaman belum tersedia)">Iceu Effendi</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yumiati_Mandiri&action=edit&redlink=1" title="Yumiati Mandiri (halaman belum tersedia)">Yumiati Mandiri</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Miming_Mintarsih&action=edit&redlink=1" title="Miming Mintarsih (halaman belum tersedia)">Miming Mintarsih</a>, Nani, Erna, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mira_Tejaningrum&action=edit&redlink=1" title="Mira Tejaningrum (halaman belum tersedia)">Mira Tejaningrum</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ine_Dinar&action=edit&redlink=1" title="Ine Dinar (halaman belum tersedia)">Ine Dinar</a>, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ega,_Nuni&action=edit&redlink=1" title="Ega, Nuni (halaman belum tersedia)">Ega, Nuni</a>, Cepy, Agah, <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Aa_Suryabrata&action=edit&redlink=1" title="Aa Suryabrata (halaman belum tersedia)">Aa Suryabrata</a>, dan Asep.<br />
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas
keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting
yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat,
maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan
misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari
Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang
ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang,
degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan
rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan
Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh
Mr. Nur & Leni dan bukan sayaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-84710095119024858612013-01-25T18:02:00.002-08:002013-01-25T18:02:21.730-08:00Lengser<h1 class="post-title">
<a href="http://www.salwedding.com/ki-lengser-adat-sunda/" rel="bookmark" title="Permanen Link ke Ki Lengser (Adat Sunda)">Ki Lengser (Adat Sunda)</a></h1>
<img alt="" class="aligncenter" height="375" src="http://www.salwedding.com/images/ki_lengser.jpg" title="Ki Lengser" width="500" /><br />
Salah satu atraksi seni upacara adat “mapag panganten” (sambut
pengantin). Kesenian semacam ini biasanya tak hanya ada dalam pesta
pernikahan adat sunda saja, namun kerap juga ditampilkan dalam menyambut
kedatangan para pejabat atau tamu negara.<br />
Galura (upacara) mapag panganten kaya dengan berbagai atraksi seni,
dan melibatkan banyak seniman. Ada aneka tarian, seni karawitan, bodoran
(komedi), pelajaran tentang kehidupan yang ditunjukkan simbol-simbol
kesenian, dan lain-lain. Kesenian ini melibatkan sejumlah pemain
gamelan, penari, pembawa umbul-umbul, dan <strong>Ki Lengser</strong> (sering disebut “lengser” saja).<br />
Kehadiran Ki Lengser atau Mang lengser biasanya menjadi sosok yang
menarik perhatian penonton atau tamu undangan. Pasalnya dialah yang
mengarahkan jalannya upacara tersebut. Begitu rombongan kedua mempelai
datang ke gedung/tempat resepsi, Lengser-lah yang akan menyambut dan
mengarahkan mereka ke kursi pelaminan dengan diiringi para penari dan
pembawa umbul-umbul.<br />
Peran Lengser ini biasanya dilakoni oleh seorang pria. Kalau pun ada
Lengser wanita hanyalah berperan sebagai pendamping Lengser pria. Karena
peranannya sebagai sosok panutan masyarakat yang dituakan, dan juga
sebagai simbol penasehat dalam pernikahan, maka sosok Lengser lebih
sering diperankan sebagai seorang kakek.<br />
Pakaian yang dikenakan Lengser biasanya terdiri dari: baju kampret,
celana pangsi dilengkapi dengan sarung yang diselendangkan, dan totopong
(ikat kepala). Dengan memperlihatkan giginya yang ompong dan gerakan
tari yang lucu, kehadirannya tak pelak selalu mengundang tawa penonton/
tamu undangan.<br />
Seperti sudah disebutkan di atas, galura mapag panganten juga
menampilkan berbagai tarian. Salah satu yang sering dipertunjukkan
adalah tari merak. Tarian ini menggambarkan gerakan burung merak yang
sedang memamerkan keindahan bulu sayapnya yang memiliki gradasi aneka
warna.<br />
Upacara mapag panganten biasanya tidak berlangsung lama, karena
fungsinya hanya untuk menyambut kedatangan kedua mempelai dan
mengantarkannya ke kursi pelaminan. Namun meski begitu, kehadirannya
kerap ditunggu dan mengundang decak kagum banyak orang.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-21437402329250207722013-01-25T17:57:00.001-08:002013-01-25T17:57:10.741-08:00Alat musik tradisional karinding<strong>Karinding Alat Musik Tradisional | Sejarah Cara Memainkan dan Cara Membuat - </strong>Awalnya
karinding adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk mengusir
hama di sawah—bunyinya yang low decible sangat merusak konsentrasi hama.
Karena ia mengeluarkan bunyi tertentu, maka disebutlah ia sebagai alat
musik. Bukan hanya digunakan untuk kepentingan bersawah, para karuhun
memainkan karinding ini dalam ritual atau upaca adat.<br />
<img alt="gambar karinding" class="aligncenter" height="192" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3nx2wSnww3QjiM9QPP-keO3OO5n-zJCdnf35-8ks0mTpB1nt3bKPzQ0t76on1VN1D5UaEopCtVaLjzWoj_PVB867EZyzC3oY9hk4p2ts9VWk9SVNgBegaerx5iUURV86-8iSIZ8zlsXo/s1600/karinding-01.jpg" width="436" /><br />
<div style="text-align: center;">
Gambar Alat Musik KARINDING</div>
Maka tak heran jika sekarang pun <em>Karinding Alat Musik Tradisional | Sejarah Cara Memainkan dan Cara Membuat</em>
masih digunakan sebagai pengiring pembacaan rajah. Bahkan, konon,
karinding ini digunakan oleh para kaum lelaki untuk merayu atau memikat
hati wanita yang disukai. Jika keterangan ini benar maka dapat kita duga
bahwa karinding, pada saat itu, adalah alat musik yang popular di
kalangan anak muda hingga para gadis pun akan memberi nilai lebih pada
jejaka yang piawai memainkannya. Mungkin keberadaannya saat ini seperti
gitar, piano, dan alat-alat musik modern-popular saat ini.<br />
<span id="more-5166"></span><br />
Beberapa sumber menyatakan bahwa <a href="http://armylookfashion.com/2012/03/19/karinding-alat-musik-tradisional-sejarah-cara-memainkan-dan-cara-membuat.html"><strong>karinding</strong></a>
telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika kecapi telah berusia
sekira lima ratus tahunan maka karinding diperkirakan telah ada sejak
enam abad yang lampau. Dan ternyata karinding pun bukan hanya ada di
Jawa Barat atau priangan saja, melainkan dimiliki berbagai suku atau
daerah di tanah air, bahkan berbagai suku di bangsa lain pun memiliki
alat musik ini–hanya berbeda namanya saja. Di Bali bernama genggong,
Jawa Tengah menamainya rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa
tempat di “luar” menamainya dengan zuesharp ( harpanya dewa Zues). Dan
istilah musik modern biasa menyebut karinding ini dengan sebutan harpa
mulut (mouth harp). Dari sisi produksi suara pun tak jauh berbeda, hanya
cara memainkannya saja yang sedikit berlainan, ada yang di trim (di
getarkan dengan di sentir), di tap ( dipukul), dan ada pula yang di
tarik dengan menggunakan benang. Sedangkan <strong>karinding</strong> yang di temui di tataran Sunda dimainkan dengan cara di tap atau dipukul.<br />
<strong>Cara Membuat Karinding</strong><br />
Material yang digunakan untuk membuat karinding (di wilayah Jawa
Barat), ada dua jenis: pelepah kawung dan bambu. Jenis bahan dan jenis
disain bentuk karinding ini menunjukan perbedaan usia, tempat, dan
sebagai perbedaan gender pemakai. Semisal bahan bambu yang lebih
menyerupai susuk sanggul, ini untuk perempuan, karena konon ibu-ibu
menyimpannya dengan di tancapkan disanggul. Sedang yang laki-laki
menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, karena biasa
disimpan di tempat mereka menyimpan tembakau. Tetapi juga sebagai
perbedaan tempat dimana dibuatnya, seperti di wilayah priangan timur,
karinding lebih banyak menggunakan bahan bambu karena bahan ini menjadi
bagian dari kehidupannya.<br />
Karinding umumnya berukuran: panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Namun
ukuran ini tak berlaku mutlak; tergantung selera dari pengguna dan
pembuatnya—karena ukuran ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
bunyi yang diproduksi.<br />
<strong>Karinding</strong> terbagi menjadi tiga ruas: ruas pertama
menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas
tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar
saat karindingdiketuk dengan jari. Dan ruas ke tiga (paling kiri)
berfungsi sebagai pegangan.<br />
<strong>Cara Memainkan Karinding</strong><br />
Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas
tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, lalu memukul atau
menyentir ujung ruas paling kanan karinding dengan satu jari hingga
“jarum” karinding pun bergetar secara intens. Dari getar atau vibra
“jarum” itulah dihasilkan suara yang nanti diresonansi oleh mulut. Suara
yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah.
Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot–nada atau pirigan dalam
memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan,
rereogan, dan iring-iringan.<br />
<img alt="Karinding Alat Musik Tradisional | Sejarah Cara Memainkan dan Cara Membuat" class="aligncenter" height="357" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_vpgULH7TophvFO9I08ZWk4ps02xVKn34DbBJ6xYBrFyMYptgB7K5zrkoixkHn3pNKY2fONElykB4IAZ2FPNoqLDbSqEctDPC2H0DTMvYPYhxUFNRRhFaRYSK-UbvL1UKQfADGYfsAU4/s1600/KARINDING+2.jpg" width="476" /><br />
<div style="text-align: center;">
Gambar Cara Main Karinding</div>
<br />
Suara Musik Karinding bermanfaat untuk Mengusir Hama<br />
Kenapa Karinding mampu menghasilkan suara yang bisa mengusir hama?
Suara yang dihasilkan berupa getaran yang tidak begitu jelas terdengar
oleh telinga kita, secara ilmu suara di kategorikan pada jenis low
desibel, yang getaran ini cuma bisa didengar oleh jenis binatang jenis
insect, konon inilah yang dikenal sekarang sebagai suara ultrasonik.<br />
Dan alat ini, leluhur kita membuatnya sebagai alat pengusir hama
(bagaimana mereka bisa mengitung samapi kesana?) dan supaya betah
memainkan alat ini, maka di ciptakanlah alat yang sangat incredible ini,
ya mengusir hama, ya bermain musik, ya asik!. dahsyat kan?<br />
belakangan kita tahu microsoft mengeluarkan software anti nyamuk,
pernah denger?, juga TV Media menjual sebuah alat ultrasonic yang di
connect ke listrik. coba dengarkan apa yang diahsilkan oleh alat ini
semua? sebuah getaran! Ini lah bedanya ilmu leluhur, alat bukan cuma
sekedar alat, tetapi ada perhitungan lain yang lebih dari itu, coba
bayangkan hubungan ilmu leluhur kita antar satu dengan lainnya.<br />
seperti Karinding ini, alat pengusir hama dengan bermain musik, bebas
pestisida, dan binatang juga harus hidup untuk keseimbangan alam
ini,jadi tidak perlu dibunuh. Kenapa kita memainkan karinding denga di
pukul? marilah kita lihat alat musik sunda yang dasarnya sebagai alat
perkusi, calung, angklung,kendang,goong,saron bonang mah sudah jelas,
beberapa alat musik gesek pun ada yang memainkannya dengan dipukul di
beberapa rhytme tertentu, tarawangsa misalnya.<br />
http://www.youtube.com/watch?v=z1mb6idccto&feature=player_embeddedAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-35117635995136751912013-01-18T18:44:00.000-08:002013-01-25T17:59:17.634-08:00<h2 class="post-title entry-title">
Asal Mula Wayang Golek
</h2>
<div class="post-header">
<div id="date-header">
<span class="date">archive69<span class="meta-sep">|</span>Selasa, 10 Mei 2011<span class="meta-sep">|</span>7 komentar</span>
</div>
<div id="share-button">
<div class="addthis_toolbox addthis_default_style ">
<a class="atc_s addthis_button_compact" href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3160726047997414216"></a><a class="addthis_button_expanded" href="http://archive69blog.blogspot.com/2011/05/asal-mula-wayang-golek.html#" title="View more services">5</a>
</div>
</div>
<div id="followus">
<table border="0"><tbody>
<tr>
<td><a href="http://www.facebook.com/pepep.ripai" target="_blank"><img alt="facebook" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3ZBVSPnsLm8hIDByowNN0GMDYWvvKXNl7ctK-f-5tbVmOkJsG6UHkObD61uQsnkLrqkKOTVQIr9R6ICM7UjOIUmHb2bJVOt7hH031PSP-gapzqwM6PUO9zXCpn4WOwae_d8vJ13fAFtI/s800/smallfacebook.png" title="facebook" /></a></td>
<td><a href="https://twitter.com/#%21/pepepripai" target="_blank"><img alt="twitter" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh96tnPYVUQCGc3mbnC3Vu4qejDVq19SZGqycMeu3VBjkgHy-vjfzwGsxmea6ILIBvsFAPCZDDGbWrXPhaYZ2tkZzYSTAWQpiL63NRPhXfiZs2VCwjs_QrLPKHLy5uuSaoZDqfIqCjTvPA/s800/smalltwitter.gif" title="twitter" /></a></td>
<td><a href="https://plus.google.com/110050610937200626410" target="_blank"><img alt="google+" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWmnCwuCa6h824jBEgjH1bHJkN2eKkyxcMuxL3uqy332RXdxJPYYivStDaYa1EBDSPpG2l5za2nD914aUcMguhIY8cez3pmhR7SNimSNEYqLPyQ-Ed2Gl0nI3QfDTc2OucY2LnLBGzPfs/s800/smallfGoogleplus.png" title="google+" /></a></td>
</tr>
</tbody></table>
</div>
</div>
<div class="post-body entry-content">
<div class="separator" style="clear: both; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;">
<img alt="wayang golek" border="0" height="136" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwPLPSJLYHcJxcK1Xha8Rus2AOQmUEZmoiQdD2bkAyeTVlH7VTDe_GciYEy9_QnDHsjgdx9W42y6YunwRX90rHxH1ACyCGQ3ceReKIWOXd6cOFeCNMGFlXQqxsdAqfZUI56PzRt3d-54Y/s200/wayang_golek.jpg" width="200" /></div>
Banyak
yang menyangka bahwa seni wayang golek berasal dari India. Namun, dalam
buku pengenalan wayang golek purwa di Jawa Barat, R. Gunawan
Djajakusumah membantah hal ini. Menurut beliau wayang golek adalah
budaya asli yang dikembangkan masyarakat Indonesia. Mungkin saja
didalamnya ada akulturasi dengan pengaruh budaya lain.<br />
<br />
Perkataan wayang berasal dari “<i>wad an hyang</i>”. Artinya leluhur. Akan tetapi ada juga yang berpendapatan yaitu dari kata “<i>boyangan</i>",
mereka yang berpendapatan bahwa wayang berasal dari India, nampaknya
melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan
Mahabarata berasal dari kitab suci Hindu, tetapi selanjutnya
cerita-cerita itu diubah dan disesuaikan dengan kebudayaan Jawa.<br />
<br />
Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena
wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun, Salmun
(1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 masehi Sunan Kudus membuat
wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat
dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988)
menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangunan
wayang purwa sejumlah 7 buah dengan menarik cerita menarik yang diiringi
gamelan salendro. Pertunjukannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini
tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyeruai boneka yang terbuat dari
kayu, bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit. Jadi seperti
wayang golek oleh karena itu disebut sebagai wayang golek.<br />
<br />
Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah cerita panji dan
wayangnya disebut wayang golek menak. Konon wayang golek ini ada sejak
masa Panembahan Ratu Cicin Sunan Gunungjati (1540-1640). Disana didaerah
Cirebon disebut wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk
kepalanya datar. Pda jaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak
dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa.
Lakon-lokn yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama
Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata
(wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Sumatri, 1988).<br />
<br />
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karangayar (Wiranta
Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan
Ki Darman (penyungging wayangkulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru
Ujungberung untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya
semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit.<br />
<br />
Namun, pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalam Ki Darman
membuat wayang golek yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek
sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19.
Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak
dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan daerah pantai dengan
Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan
menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang
bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.<br />
<br />
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah
dengan meraut dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang
diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif
dikepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini wayang menjadi lebih cerah.
Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan
berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang digunakan dalam wayang
ada 4 yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.<br />
<br />
Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai
estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat
dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh
para seniman dan seniwati pedalangan yang mengembangkan kode etik
pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan “sapta sila
kehormatan seniman seniwati pedalangan Jawa Barat”. Rumusan kode etik
pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati
pedalangan pada tanggal 28 Ferbuari 1964 di Bandung.<br />
<br />
Sumber: Tim Citizen Journalist (Cecep Heryadi, Usman S., Adbi Halim, Tepi M/dari berbagai sumber) Pikiran Rakyat
</div>
<br />
Read more: <a href="http://archive69blog.blogspot.com/2011/05/asal-mula-wayang-golek.html#ixzz2INwcHJhW" style="color: #003399;">http://archive69blog.blogspot.com/2011/05/asal-mula-wayang-golek.html#ixzz2INwcHJhW</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-41493720605730420222013-01-18T18:38:00.001-08:002013-01-18T18:38:51.029-08:00Wayang golek<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://uun-halimah.blogspot.com/2008/06/wayang-golek-jawa-barat.html">Wayang Golek (Jawa Barat)</a>
</h3>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrLbp9_IGo0cwDuAqVIvomhfAnz4-tKXkzC41VXnXmzTANEtzjFy-wLqUkvVX2TlGw0aznJwIXxlepDzDp3YMzRed3LrpyLAOq4WkwVlqordxvUzDHKw_bDr2xSctyKemmE4nMFX3taaM/s1600-h/mini-wayang-golek1.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5242979413415125538" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrLbp9_IGo0cwDuAqVIvomhfAnz4-tKXkzC41VXnXmzTANEtzjFy-wLqUkvVX2TlGw0aznJwIXxlepDzDp3YMzRed3LrpyLAOq4WkwVlqordxvUzDHKw_bDr2xSctyKemmE4nMFX3taaM/s320/mini-wayang-golek1.jpg" style="cursor: pointer; display: block; margin-bottom: 10px; margin-left: auto; margin-right: auto; margin-top: 0px; text-align: justify;" /></a><div style="text-align: justify;">
<b>1. Asal-usul</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Asal
mula wayang golek tidak diketahui secara jelas karena tidak ada
keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran wayang golek
tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan
perkembangan dari wayang kulit. Namun demikian, Salmun (1986)
menyebutkan bahwa pada tahun 1583 Masehi Sunan Kudus membuat wayang dari
kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada
siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada
awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangun 'wayang purwo' sejumlah 70
buah dengan cerita Menak yang diiringi gamelan Salendro. Pertunjukkannya
dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya
menyerupai boneka yang terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana
halnya wayang kulit). Jadi, seperti golek. Oleh karena itu, disebut
sebagai wayang golek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada
mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah ceritera panji dan
wayangnya disebut wayang golek menak. Konon, wayang golek ini baru ada
sejak masa Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati (1540-1650)). Di
sana (di daerah Cirebon) disebut sebagai wayang golek papak atau wayang
cepak karena bentuk kepalanya datar. Pada zaman Pangeran Girilaya
(1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari
babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu
berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan
lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840
(Somantri, 1988).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kelahiran
wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karang Anyar (Wiranata Koesoemah
III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman
(penyungging wayang kulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru, Ujung
Berung, untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya
semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit. Namun, pada
perkembangan selanjutnya, atas anjuran Dalem, Ki Darman membuat wayang
golek yang membulat tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di
daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan
masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan
raya Daendels yang menghubungkan daerah pantai dengan Priangan yang
bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa
Jawa. Namun, setelah orang Sunda pandai mendalang, maka bahasa yang
digunakan adalah bahasa Sunda.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>2. Jenis-jenis Wayang Golek</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada
tiga jenis wayang golek, yaitu: wayang golek cepak, wayang golek purwa,
dan wayang golek modern. Wayang golek papak (cepak) terkenal di Cirebon
dengan ceritera babad dan legenda serta menggunakan bahasa Cirebon.
Wayang golek purwa adalah wayang golek khusus membawakan cerita
Mahabharata dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda sebagai.
Sedangkan, wayang golek modern seperti wayang purwa (ceritanya tentang
Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam pementasannya menggunakan listrik
untuk membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik tersebut untuk menyesuaikan
pertunjukan wayang golek dengan kehidupan modern. Wayang golek modern
dirintis oleh R.U. Partasuanda dan dikembangkan oleh Asep Sunandar tahun
1970--1980.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>3. Pembuatan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Wayang
golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan
meraut dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk
mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang,
digunakan cat duko. Cat ini menjadikan wayang tampak lebih cerah.
Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan
berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam
wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>4. Nilai Budaya</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Wayang
golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika
semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para
seniman dan seniwati pedalangan yang mengemban kode etik pedalangan.
Kode etik pedalangan tersebut dinamakan "Sapta Sila Kehormatan Seniman
Seniwati Pedalangan Jawa Barat". Rumusan kode etik pedalangan tersebut
merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal
28 Februari 1964 di Bandung. Isinya antara lain sebagai berikut: Satu:
Seniman dan seniwati pedalangan adalah seniman sejati sebab itu harus
menjaga nilainya. Dua: Mendidik masyarakat. Itulah sebabnya diwajibkan
memberi con-toh, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku. Tiga:
Juru penerang. Karena itu diwajibkan menyampaikan pesan-pesan atau
membantu pemerintah serta menyebarkan segala cita-cita negara bangsanya
kepada masyarakat. Empat: Sosial Indonesia. Sebab itu diwajibkan
mengukuhi jiwa gotong-royong dalam segala masalah. Lima: Susilawan.
Diwajibkan menjaga etika di lingkungan masyarakat. Enam: Mempunyai
kepribadian sendiri, maka diwajibkan menjaga kepribadian sendiri dan
bangsa. Tujuh: Setiawan. Maka diwajibkan tunduk dan taat, serta
menghormati hukum Republik Indonesia, demikian pula terhadap
adat-istiadat bangsa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Foto:</b> <a href="http://www.indonesialogue.com/">http://www.indonesialogue.com</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Sumber:</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Nisfiyanti, Yanti. 2005. “Wayang Media Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya pada Masyarakat Sunda” (Laporan Hasil Penelitian)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-8939283174927169402012-11-25T20:06:00.000-08:002012-11-25T20:07:54.703-08:00<h1 class="firstHeading" id="firstHeading">
<span dir="auto">Angklung</span></h1>
<dl><dd><i>Untuk jenis orkestra bernama sama lihat <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Angklung_%28gamelan%29&action=edit&redlink=1" title="Angklung (gamelan) (halaman belum tersedia)">Angklung (gamelan)</a>.</i></dd></dl>
<table cellspacing="3" class="infobox" style="background: #FFDDAA; border-spacing: 3px; border: 2px #2A2286 solid; width: 22em;">
<tbody>
<tr>
<th class="" colspan="2" style="font-size: 125%; font-weight: bold; text-align: center;"><a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_dari_Indonesia" title="Musik dari Indonesia">Musik dari Indonesia</a></th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><br /></td>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><br /></td>
</tr>
<tr>
<th colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;">Ragam</th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_klasik_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Musik klasik Indonesia (halaman belum tersedia)">Klasik</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kecak" title="Kecak">Kecak</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kecapi_suling&action=edit&redlink=1" title="Kecapi suling (halaman belum tersedia)">Kecapi suling</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tembang_Sunda&action=edit&redlink=1" title="Tembang Sunda (halaman belum tersedia)">Tembang Sunda</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_pop_Indonesia" title="Musik pop Indonesia">Pop</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dangdut" title="Dangdut">Dangdut</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Indonesian_hip_hop&action=edit&redlink=1" title="Indonesian hip hop (halaman belum tersedia)">Hip hop</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Keroncong" title="Keroncong">Kero</a></span><span style="white-space: nowrap;"></span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pop_Sunda&action=edit&redlink=1" title="Pop Sunda (halaman belum tersedia)">Pop Sunda</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Qasidah_modern&action=edit&redlink=1" title="Qasidah modern (halaman belum tersedia)">Qasidah modern</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Musik_rock_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Musik rock Indonesia (halaman belum tersedia)">Rock</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tapanuli_ogong&action=edit&redlink=1" title="Tapanuli ogong (halaman belum tersedia)">Tapanuli ogong</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tembang_Jawa&action=edit&redlink=1" title="Tembang Jawa (halaman belum tersedia)">Tembang Jawa</a></span></td>
</tr>
<tr>
<th colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;">Bentuk tertentu</th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><span style="white-space: nowrap;"><strong class="selflink">Angklung</strong> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Beleganjur&action=edit&redlink=1" title="Beleganjur (halaman belum tersedia)">Beleganjur</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Calung" title="Calung">Calung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan" title="Gamelan">Gamelan</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_degung&action=edit&redlink=1" title="Gamelan degung (halaman belum tersedia)">Degung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gambang&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gambang (halaman belum tersedia)">Gambang</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gong_gede&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gong gede (halaman belum tersedia)">Gong gede</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_gong_kebyar&action=edit&redlink=1" title="Gamelan gong kebyar (halaman belum tersedia)">Gong kebyar</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_jegog&action=edit&redlink=1" title="Gamelan jegog (halaman belum tersedia)">Jegog</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_joged_bumbung&action=edit&redlink=1" title="Gamelan joged bumbung (halaman belum tersedia)">Joged bumbung</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_salendro&action=edit&redlink=1" title="Gamelan salendro (halaman belum tersedia)">Salendro</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_selunding&action=edit&redlink=1" title="Gamelan selunding (halaman belum tersedia)">Selunding</a> •</span> <span style="white-space: nowrap;"><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gamelan_semar_pegulingan&action=edit&redlink=1" title="Gamelan semar pegulingan (halaman belum tersedia)">Semar pegulingan</a></span></td>
</tr>
<tr>
<th colspan="2" style="background: #ccf; border: thin #2A2286 solid; text-align: center;"><br /></th>
</tr>
<tr class="">
<td class="" colspan="2" style="text-align: center;"><br /></td>
</tr>
</tbody></table>
<div class="thumb tright">
<div class="thumbinner" style="width: 202px;">
<a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Angklung.jpg&filetimestamp=20060304152816"><img alt="" class="thumbimage" height="133" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/2b/Angklung.jpg/200px-Angklung.jpg" width="200" /></a>
<br />
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Angklung.jpg&filetimestamp=20060304152816" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Angklung</div>
</div>
</div>
<b>Angklung</b> adalah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Alat_musik" title="Alat musik">alat musik</a> multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat ber<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sunda" title="Bahasa Sunda">bahasa Sunda</a> di <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Jawa" title="Pulau Jawa">Pulau Jawa</a> bagian barat. Alat musik ini dibuat dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bambu" title="Bambu">bambu</a>,
dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan
badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam
susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun
kecil. Angklung terdaftar sebagai <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_Agung_Warisan_Budaya_Lisan_dan_Nonbendawi_Manusia" title="Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia">Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia</a> dari <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/UNESCO" title="UNESCO">UNESCO</a> sejak November 2010.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Asal-usul"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Jonge_angklungspelers_West-Java_TMnr_10017867.jpg&filetimestamp=20091127113443" style="background-color: transparent;"><img alt="" class="thumbimage" height="160" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/82/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Jonge_angklungspelers_West-Java_TMnr_10017867.jpg/220px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Jonge_angklungspelers_West-Java_TMnr_10017867.jpg" width="220" /></a><span style="background-color: transparent;"> </span>Asal-usul</span></h2>
<div class="thumb tright">
<div class="thumbinner" style="width: 222px;">
<div class="thumbcaption">
<div class="magnify">
<a class="internal" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Jonge_angklungspelers_West-Java_TMnr_10017867.jpg&filetimestamp=20091127113443" title="Perbesar"><img alt="" height="11" src="http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf2/skins/common/images/magnify-clip.png" width="15" /></a></div>
Anak-anak Jawa Barat bermain angklung di awal abad ke-20.</div>
</div>
</div>
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga
bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang
berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga
angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan
Nusantara.<br />
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sunda" title="Kerajaan Sunda">Kerajaan Sunda</a>
(abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu,
seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang
agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan
pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sri_Pohaci&action=edit&redlink=1" title="Sri Pohaci (halaman belum tersedia)">Sri Pohaci</a> sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Baduy" title="Baduy">Baduy</a>, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Padi" title="Padi">padi</a>. Permainan angklung gubrag di <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Jasinga&action=edit&redlink=1" title="Jasinga (halaman belum tersedia)">Jasinga</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bogor" title="Bogor">Bogor</a>,
adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau.
Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan
untuk memikat <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Sri" title="Dewi Sri">Dewi Sri</a> turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.<br />
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (<i>awi wulung</i>) dan bambu putih (<i>awi temen</i>).
Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk
bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.<br />
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sunda" title="Kerajaan Sunda">kerajaan Sunda</a>,
di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi
angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada
masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda" title="Hindia Belanda">Hindia Belanda</a>
sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat
membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak-
anak pada waktu itu.<sup class="noprint Inline-Template"><span style="white-space: nowrap;" title="Kalimat yang diikuti tag ini membutuhkan rujukan.">[<i><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Kutip_sumber_tulisan" title="Wikipedia:Kutip sumber tulisan">rujukan?</a></i>]</span></sup><br />
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Sri" title="Dewi Sri">Dewi Sri</a>
tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari
batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah
struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung.
Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan
permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan
dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang
sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi
iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya.<br />
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1908" title="1908">1908</a> tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Thailand" title="Thailand">Thailand</a>, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.<br />
Bahkan, sejak <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1966" title="1966">1966</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Udjo_Ngalagena" title="Udjo Ngalagena">Udjo Ngalagena</a>
—tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan
laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana
bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Jenis_Angklung">Jenis Angklung</span></h2>
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Kanekes">Angklung Kanekes</span></h3>
Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes" title="Orang Kanekes">orang Baduy</a>)
digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi, bukan
semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan atau
dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Menabuh angklung
ketika menanam padi ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun),
terutama di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis
tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa
ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya
hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar
tiga bulan dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan
berikutnya semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan
lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan
dengan acara yang disebut musungkeun angklung, yaitu nitipkeun
(menitipkan, menyimpan) angklung setelah dipakai.<br />
Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di <i>buruan</i> (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: <i>Lutung Kasarung</i>, <i>Yandu Bibi</i>, <i>Yandu Sala</i>, <i>Ceuk Arileu</i>, <i>Oray-orayan</i>, <i>Dengdang</i>, <i>Yari Gandang</i>, <i>Oyong-oyong Bangkong</i>, <i>Badan Kula</i>, <i>Kokoloyoran</i>, <i>Ayun-ayunan</i>, <i>Pileuleuyan</i>, <i>Gandrung Manggu</i>, <i>Rujak Gadung</i>, <i>Mulung Muncang</i>, <i>Giler</i>, <i>Ngaranggeong</i>, <i>Aceukna</i>, <i><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Marengo&action=edit&redlink=1" title="Marengo (halaman belum tersedia)">Marengo</a></i>, <i>Salak Sadapur</i>, <i>Rangda Ngendong</i>, <i>Celementre</i>, <i>Keupat Reundang</i>, <i>Papacangan</i>, dan <i>Culadi Dengdang</i>.
Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh bedug
ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi
lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari) dengan
gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan
hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam,
mereka dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan;
tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan.
Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.<br />
Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung,
ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel.
Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama
bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk.
Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung
Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung
Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di
Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan
ketuk.<br />
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan
(Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo,
Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa
membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang
mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung
di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah
Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung
tersebut.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Dogdog_Lojor">Angklung Dogdog Lojor</span></h3>
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kasepuhan_Pancer_Pangawinan&action=edit&redlink=1" title="Kasepuhan Pancer Pangawinan (halaman belum tersedia)">Kasepuhan Pancer Pangawinan</a> atau kesatuan adat <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Banten_Kidul&action=edit&redlink=1" title="Banten Kidul (halaman belum tersedia)">Banten Kidul</a> yang tersebar di sekitar <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Halimun" title="Gunung Halimun">Gunung Halimun</a> (berbatasan dengan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jakarta" title="Jakarta">jakarta</a>, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bogor" title="Bogor">Bogor</a>, dan <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lebak" title="Lebak">Lebak</a>).
Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu
instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena
kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen
seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat
kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot
(sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.<br />
Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan
karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama.
Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan
prajurit keraton Pajajaran dalam baresan Pangawinan (prajurit
bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak
terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan
duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal
fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah
mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak,
perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya. Instrumen yang digunakan
dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4 buah
angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar
dinamakan gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap
instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam
orang.<br />
Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya <i>Bale Agung</i>, <i>Samping Hideung</i>, <i>Oleng-oleng Papanganten</i>, <i>Si Tunggul Kawung</i>, <i>Adulilang</i>, dan <i>Adu-aduan</i>. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Gubrag">Angklung Gubrag</span></h3>
Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg,
Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati
dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare
(mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke <i><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Leuit" title="Leuit">leuit</a></i> (<a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lumbung&action=edit&redlink=1" title="Lumbung (halaman belum tersedia)">lumbung</a>).<br />
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Badeng">Angklung Badeng</span></h3>
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan
angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa
Sanding, Kecamatan Malangbong, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Garut" title="Garut">Garut</a>. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Islam" title="Islam">Islam</a>.
Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa
sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman
padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam
menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu
penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Demak" title="Kerajaan Demak">kerajaan Demak</a>.
Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam.
Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan
kesenian badeng.<br />
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung
roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung
anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek.
Teksnya menggunakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Sunda" title="Bahasa Sunda">bahasa Sunda</a> yang bercampur dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arab" title="Bahasa Arab">bahasa Arab</a>. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia" title="Bahasa Indonesia">bahasa Indonesia</a>.
Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta
menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan
lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh
dengan senjata tajam.<br />
Lagu-lagu badeng: <i>Lailahaileloh</i>, <i>Ya’ti</i>, <i>Kasreng</i>, <i>Yautike</i>, <i>Lilimbungan</i>, <i>Solaloh</i>.<br />
<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Buncis">Buncis</span></h3>
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bandung" title="Bandung">Bandung</a>).
Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang
berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan
sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya
pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau
kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya
fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis
berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat
penyimpanan padi pun (leuit; lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah
penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan
mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung
dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang
tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak
diperlukan lagi.<br />
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu <i>cis kacang buncis nyengcle...</i>, dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.<br />
Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung
indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1
angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit,
panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan
tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan
lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di
antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik,
Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula
lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain
angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.<br />
Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung) di atas,
adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang
terdiri atas: Angklung Buncis (<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Priangan" title="Priangan">Priangan</a>/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ciamis" title="Ciamis">Ciamis</a>), Angklung Bungko (<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indramayu" title="Indramayu">Indramayu</a>), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Banten" title="Banten">Banten</a>), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Malangbong,_Garut" title="Malangbong, Garut">Malangbong, Garut</a>), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1938" title="1938">1938</a>.
Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda.
Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) oleh <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Daeng_Sutigna&action=edit&redlink=1" title="Daeng Sutigna (halaman belum tersedia)">Daeng Sutigna</a> alias Si Etjle (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1908" title="1908">1908</a>—<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1984" title="1984">1984</a>) diubah nadanya menjadi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tangga_nada" title="Tangga nada">tangga nada</a>
Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil
pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan
secara orkestra besar.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Padaeng">Angklung Padaeng</span></h3>
Angklung padaeng adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna
sejak sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng adalah
digunakannya laras nada <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Diatonik" title="Diatonik">Diatonik</a>
yang sesuai dengan sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini
dapat memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat bermain dalam <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ensembel" title="Ensembel">Ensembel</a> dengan alat musik internasional lainnya.<br />
Sesuai dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_musik" title="Teori musik">Teori musik</a>, angklung padaeng secara khusus dibuat menjadi dua jenis besar yakni:<br />
<ul>
<li>Angklung <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Melodi" title="Melodi">Melodi</a>,
adalah angklung yang secara fisik terdiri atas dua tabung suara dengan
beda nada 1 oktaf. Pada satu unit angklung, umumnya ada:
<ul>
<li>Angklung melodi kecil, terdiri atas 31 angklung.</li>
<li>Angklung melodi besar, atau disebut juga bass-party, terdiri atas 11 angklung.</li>
</ul>
</li>
<li>Angklung akompanimen, adalah angklung yang digunakan sebagai pengiring untuk memainkan nada-nada <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Harmoni_%28musik%29" title="Harmoni (musik)">Harmoni</a>. Tabung suaranya ada 3 atau 4, sesuai dengan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Akord" title="Akord">Akord</a> diatonis. Suatu unit angklung standar biasanya memiliki:
<ul>
<li>Angklung akompanimen mayor sekaligus akord dominan septim, terdiri atas 12 buah angklung</li>
<li>Angklung akompanimen minor, terdiri atas 12 buah angklung</li>
</ul>
</li>
</ul>
Pak Daeng menggunakan angklung ciptaannya untuk melatih anak-anak
pandu (pramuka jaman dulu). Tidak heran kalau lagu-lagu yang dimainkan
mereka saat itu umumnya <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_lagu_nasional_Indonesia" title="Daftar lagu nasional Indonesia">lagu wajib</a>.
Beberapa peninggalan aransemen asli Daeng Soetigna misalnya "Satu Nusa
Satu Bangsa", "Ibu Kita Kartini", atau "Wajib Belajar". Sekitar tahun
1980-an, KPA SMA 3 Bandung berdiri dengan perintis muda seperti Djoko,
Budi Supardiman, dan Asep Suhada. Mereka mulai mengaranseman angklung
padaeng untuk musik-musik modern Indonesia seperti "September Ceria" (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Vina_Panduwinata" title="Vina Panduwinata">Vina Panduwinata</a>), "Astaga" (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ruth_Sahanaya" title="Ruth Sahanaya">Ruth Sahanaya</a>) dan "Gemilang" (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Krakatau_%28grup_musik%29" title="Krakatau (grup musik)">Krakatau (grup musik)</a>), bahkan merambah ke musik manca negara mulai dari "Yesterday" (<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Beatles" title="Beatles">Beatles</a>), "Another Day in Paradise" (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Phil_Collins" title="Phil Collins">Phil Collins</a>), hingga "Bohemian Rhapsody" (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Queen" title="Queen">Queen</a>).<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Sarinande">Angklung Sarinande</span></h3>
Angklung sarinande adalah istilah untuk angklung padaeng yang hanya
memakai nada bulat saja (tanpa nada kromatis) dengan nada dasar C. Unit
kecil angklung sarinade berisi 8 angklung (nada Do sampai Do Tinggi),
sementara sarinade plus berisi 13 angklung (nada sol rendah hingga mi
tinggi).<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Aruba">Aruba</span></h3>
Aruba adalah nama grup musik (band) yang pertama kali memperkenalkan
angklung solo, dimana satu unit angklung digantung pada suatu palang
sehingga bisa dimainkan satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada
diatonis, maka ada dua jajaran gantungan angklung, yang bawah berisi
nada penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis. Grup Aruba ini
berdiri dirintis oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan kemudian berubah nama
menjadi Arumba sekitar tahun 1969.<sup class="reference" id="cite_ref-0"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung#cite_note-0">[1]</a></sup><br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Arumba">Arumba</span></h3>
Arumba adalah istilah bagi seperangkat alat musik (ensemble) yang minimal terdiri atas: <sup class="reference" id="cite_ref-1"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung#cite_note-1">[2]</a></sup><br />
<ul>
<li>Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa dimainkan oleh satu orang</li>
<li>Satu unit bass lodong, juga dijejer agar bisa dimainkan satu orang</li>
<li>Gambang bambu melodi</li>
<li>Gambang bambu akompanimen</li>
<li>Gendang</li>
</ul>
Konfigurasi awal ensemble tersebut diperkenalkan oleh Mochamad Burhan
sekitar tahun 1966, yang menggunakannya bersama grup "Arumba Cirebon" <sup class="reference" id="cite_ref-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung#cite_note-2">[3]</a></sup>.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Toel">Angklung Toel</span></h3>
Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Ujo sekitar tahun 2008. <sup class="reference" id="cite_ref-3"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung#cite_note-3">[4]</a></sup>
Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan beberapa angklung
dijejer dengan posisi terbalik dan diberi karet. Untuk memainkannya,
seorang pemain cukup men-toel angklung tersebut, dan angklung akan
bergetar beberapa saat karena adanya karet.<br />
<h3>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Sri-Murni">Angklung Sri-Murni</span></h3>
Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus diciptakan untuk keperluan robot angklung. <sup class="reference" id="cite_ref-4"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Angklung#cite_note-4">[5]</a></sup>
Sesuai namanya, satu angklung ini memakai dua atau lebih tabung suara
yang nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada murni (mono-tonal).
Ini berbeda dengan angklung padaeng yang multi-tonal. Dengan ide
sederhana ini, robot dengan mudah memainkan kombinasi beberapa angklung
secara simultan untuk menirukan efek angklung melodi maupun angklung
akompanimen.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Teknik_Permainan_Angklung">Teknik Permainan Angklung</span></h2>
Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal memegang
rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan kiri) sehingga
angklung tergantung bebas, sementara tangan lainnya (biasanya tangan
kanan) menggoyangnya hingga berbunyi. Dalam hal ini, ada tiga teknik
dasar menggoyang angklung:<br />
<ul>
<li><b>Kurulung</b> (getar), merupakan teknik paling umum dipakai,
dimana tangan kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke kiri-kanan
berkali-kali selama nada ingin dimainkan.</li>
<li><b>Centok</b> (sentak), adalah teknik dimana tabung dasar ditarik
dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga angklung akan
berbunyi sekali saja (stacato).</li>
<li><b>Tengkep</b>, mirip seperti kurulung namun salah satu tabug
ditahan tidak ikut bergetar. Pada angklung melodi, teknik ini
menyebabkan angklung mengeluarka nada murni (satu nada melodi saja,
tidak dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen
mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada), sebab
bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan septim (4
nada).</li>
</ul>
Sementara itu untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan
suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh seorang
konduktor. Pada setiap pemusik akan dibagikan satu hingga empat angklung
dengan nada berbeda-beda. Kemudian sang konduktor akan menyiapkan
partitur lagu, dengan tulisan untaian nada-nada yang harus dimainkan.
Konduktor akan memberi aba-aba, dan masing-masing pemusik harus
memainkan angklungnya dengan tepat sesuai nada dan lama ketukan yang
diminta konduktor. Dalam memainkan lagu ini para pemain juga harus
memperhatikan teknik <b>sinambung</b>, yaitu nada yang sedang berbunyi hanya boleh dihentikan segera setelah nada berikutnya mulai berbunyi.<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Berlatih_Angklung">Berlatih Angklung</span></h2>
Angklung akan terdengar merdu dan megah jika dimainkan beramai-ramai
dengan kompak. Untuk itu, diperlukan persiapan dan latihan yang cukup
panjang, dipimpin pelatih yang cukup punya pemahaman musik umum maupun
angklung. Tahap-tahap persiapannya adalah:<br />
<ol>
<li>Pilih lagu dengan aransemennya. Lagu yang cocok dimainkan dengan
angklung umumnya yang berirama riang, dan jika bisa ada bagian yang
rancak, sehingga bisa diimprovisasi dengan teknik centok. Lagu ini
kemudian perlu diaransemen khusus untuk angklung, dengan memiliki
beberapa suara. Untuk latihan, aransemen ini kemudian ditulis di kertas
yang besar (biasanya dalam notasi not angka).</li>
<li>Siapkan unit angklung sesuai aransemen. Dari aransemen angklung,
bisa diketahui berapa angklung yang diperlukan berdasar rentang nada
lagu dan keseimbangan intonasinya.</li>
<li>Kumpulkan pemain dan distribusikan angklung kepada mereka. Jika ada
pemain yang memegang banyak angklung, harus diperhatikan agar si pemain
tersebut tidak akan pernah memainkan dua angklung pada saat bersamaan.
Untuk itu biasanya dipakai tabel <b>tonjur</b>.</li>
<li>Pemanasan. Sebelum berlatih, sebaiknya lemaskan dulu kaki dan
tangan, lalu lakukan gerakan-gerakan dasar untuk kurulung maupun centok
bersama-sama.</li>
<li>Mempelajari lagu. Bersama-sama, pelajari dan telusuri alur lagu,
mana bait-bait dan chorus yang harus diulang. Perlahan-lahan mainkan
lagu ini dibawah pimpinan konduktor. Disarankan agar selama latihan awal
semua nada di-centok saja, jangan dikurulung dulu.</li>
<li>Menghafal not. Perlahan-lahan para pemain diminta menghafal not-not lagu dan bagian permainannya.</li>
<li>Meningkatkan teknik. Ini tahap polesan akhir, dimana konduktor bisa
mulai memimpin dengan menekankan keserempakan permainan, dinamika,
maupun penjiwaan.</li>
<li>Koreografi. Jika akan tampil dipentas, bisa mulai dipikirkan
improvisasi agar para pemain melakukan gerakan yang menarik, tidak
berdiri kaku terus menerus.</li>
</ol>
<br />
<h2>
<span class="mw-headline" id="Angklung_Interaktif">Angklung Interaktif</span></h2>
Angklung interaktif adalah kegiatan dimana seorang konduktor mengajak
banyak orang, yang umumnya awam, untuk bermain angklung beramai-ramai.
Kegiatan ini bisa dilakukan di tempat pariwisata atau acara ramah tamah.
Pada para peserta akan dibagikan angklung-angklung yang sudah diberi
nomor sesuai nadanya. Lalu, sang konduktor akan memimpin, biasanya
dengan cara:<br />
<ol>
<li>Konduktor membuka satu layar besar bertuliskan lagu dalam not angka,
lalu mengajak para peserta memainkan angklung yang tepat dengan
menunjuk nada pada layar.</li>
<li>Konduktor mengajarkan isyarat tangan untuk nada-nada tertentu pada
penonton, kemudian memimpin suatu lagu dengan memberikan isyarat yang
tepat secara berurutan untuk diikuti para peserta.</li>
</ol>
<h2>
<span class="mw-headline" id="Modernisasi_Angklung">Modernisasi Angklung</span></h2>
Secara esensial, angklung adalah alat musik bambu yang dimainkan
dengan digetar. Hal tersebut tidak boleh diubah. Meski demikian,
berbagai upaya kreatif untuk memodernisasinya terus berlangsung,
seperti:<br />
<ul>
<li>Angklung elektrik karya Agus Suhardiman </li>
</ul>
<ul>
<li>Angklung otomatis, Tugas akhir Kadek Kertayasa di STIKOM Surabaya </li>
</ul>
<ul>
<li>Tra-digi, angklung robot yang dikontrol oleh i-pod, ciptaan Hasim Ghozali<sup class="reference" id="cite_ref-8"></sup></li>
</ul>
<ul>
<li>Klungbot, robot angklung yang mula-mula dikreasi oleh Krisna Diastama dan Karismanto Rahmadika , kemudian dilanjutkan oleh Eko Mursito Budi.<sup class="reference" id="cite_ref-10"></sup></li>
</ul>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-30364274593304843532012-11-16T20:34:00.001-08:002012-11-16T20:34:28.855-08:00event music indie lembang<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">Kreasi Tanpa Batas proudly present :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">BERSAMA PEDULI MEREKA</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">minggu 2 desember 2012 @ flamboyan radio (jl.kayuambon no 82 lembang-bandung)</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">Start 09.00-till end</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">With friends :</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">LOWDICK</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">Ratih widia astuti</span><br style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;" /><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">FOR ALLEN</span><br />
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #333333; display: inline; font-family: 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">
Tiga soda<br />LOWDAY<br />Dk street 22 (bogor)<br />GOODBYE TIARA<br />Cloisters fiddle<br />MY SISTER MY BROTHER<br />Take other side<br />SPLASH COLOGNE (bogor)<br />After holiday<br />BLOOD VESSELS (bogor)<br />Beside from life (bogor)<br />Crazy little thinks<br />FRIGGLE MIDLIGHT<br /><br />Info ticket :<br />085795600636<br />HTM : 10.000 (only 100 ticket)<br />on the spot 15.000<br /><br />Supported :<br />* Flamboyan 107.9 fm<br />* Linoleum<br />* One for all atwork<br />* smk 45 lembang<br />* Bunnyeyescream cloth<br />* Deadseed 04<br /><br />Ticket di buka hari selasa<br />Ticket bisa di dapat di :<br />Linoleum (sarijadi)<br />Kehed (lembang)<br />Flamboyan 107,9 (lembang)<br />TG Official (085794741354)<br />Kreasi crew (085795600636)</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3160726047997414216.post-71818247046928027092012-11-16T20:28:00.001-08:002012-11-25T19:56:01.439-08:00travel of lembang<br />
<h3 class="post-title entry-title" style="background-color: white; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; font-family: Georgia, serif; font-size: 24px; letter-spacing: -2px; line-height: 1.4em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 4px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify; text-decoration: none;">
<a href="http://purplesnote.blogspot.com/2010/09/beauty-of-lembang-west-java.html" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #222222; display: block; font-weight: normal; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">The Beauty of Lembang, West Java</a></h3>
<span class="post-labels" style="background-color: white; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: left;">In <a href="http://purplesnote.blogspot.com/search/label/asian" rel="tag" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #5588aa; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">asian</a>, In <a href="http://purplesnote.blogspot.com/search/label/beauty%20of%20Indonesia" rel="tag" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #5588aa; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">beauty of Indonesia</a>, In <a href="http://purplesnote.blogspot.com/search/label/Nature" rel="tag" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #5588aa; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">Nature</a></span><span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, serif; font-size: 12px; text-align: left;"></span><br />
<div class="post-header-line-1" style="background-color: white; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: left;">
</div>
<h2 class="date-header" style="background-color: white; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; float: right; font-family: Georgia, serif; font-size: 12px; font-weight: normal; letter-spacing: -1px; line-height: 1.2em; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: -50px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
Sep 16, 2010</h2>
<div class="post-body entry-content" style="background-color: white; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #333333; font-family: Georgia, serif; font-size: 12px; line-height: 1.6em; margin-bottom: 10px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 10px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: left;">
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
Lembang is a district in West Bandung regency, West Java, Indonesia. This district located at an altitude between 1312 to 2084 meters above <span class="IL_AD" id="IL_AD5" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204) !important; border-bottom-style: dotted !important; border-bottom-width: 1px !important; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: rgb(204, 204, 204) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: none !important;">sea level</span>. The highest point of the district on the summit of Mt Tangkuban. As a region located in the mountains, the average temperature ranges between 17 ° -27 ° C. Very fresh air, so the area became a popular tourist <span class="IL_AD" id="IL_AD4" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204) !important; border-bottom-style: dotted !important; border-bottom-width: 1px !important; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: rgb(204, 204, 204) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: none !important;">destination</span> in Bandung, which are frequently visited by domestic tourists from Jakarta area and surrounding.<br />
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<ins style="border-bottom-style: none; border-color: initial; border-image: initial; border-left-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-width: initial; display: inline-table; height: 60px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; position: relative; visibility: visible; width: 475px;"><ins id="aswift_1_anchor" style="border-bottom-style: none; border-color: initial; border-image: initial; border-left-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-width: initial; display: block; height: 60px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; position: relative; visibility: visible; width: 475px;"><iframe allowtransparency="true" frameborder="0" height="60" hspace="0" id="aswift_1" marginheight="0" marginwidth="0" name="aswift_1" scrolling="no" style="left: 0px; margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt; position: absolute; top: 0px;" vspace="0" width="475"></iframe></ins></ins><br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
The fresh air makes this region as the location of agro plantation. Some plantations are around the area, such as Sukawana tea plantations, flower garden Cihideung, Grace Vegetable Cibodas and also orchids and cacti.<br />
<div class="separator" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtaGMUEtu5D8G9jnlXwghO87Ue-r1D_WQ9GBOBDgL-wQDffwnavBcJbCwwExrYWnKl_Uk6xREgV_LujGS_PlQIie1iBylq0azGY3ybqFA8vZ0-LHysF7vBdI1iYrjR87dloadbhaC5Axc/s1600/Lembang+2.jpg" imageanchor="1" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #5588aa; margin-bottom: 0px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtaGMUEtu5D8G9jnlXwghO87Ue-r1D_WQ9GBOBDgL-wQDffwnavBcJbCwwExrYWnKl_Uk6xREgV_LujGS_PlQIie1iBylq0azGY3ybqFA8vZ0-LHysF7vBdI1iYrjR87dloadbhaC5Axc/s400/Lembang+2.jpg" style="border-bottom-color: rgb(207, 207, 207); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-image: initial; border-left-color: rgb(207, 207, 207); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(207, 207, 207); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-style: initial; border-style: initial; border-style: initial; border-top-color: rgb(207, 207, 207); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; border-width: initial; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 4px; padding-left: 4px; padding-right: 4px; padding-top: 4px;" width="400" /></a></div>
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
As one of <b style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;">Bandung’s traveling destination</b>, natural scenery in the valley of Lembang is very beautiful. There are several natural traveling <span class="IL_AD" id="IL_AD3" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204) !important; border-bottom-style: dotted !important; border-bottom-width: 1px !important; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: rgb(204, 204, 204) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: none !important;">destinations</span> in Lembang, especially those that rely on the mountain scenery and abundant natural wealth. Some objects of nature tourism in Lembang, among others:<br />
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: blue; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<b style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;">Curug omas.</b></div>
This object has a source of hot water and contains minerals, there are also waterfalls Ciomas-high 25 yards. For those who like adventure from Maribaya can walking through the lush hills with pine trees of quinine, walk to <span class="IL_AD" id="IL_AD2" style="background-attachment: scroll !important; background-clip: initial !important; background-color: transparent !important; background-image: none !important; background-origin: initial !important; background-position: 0% 50%; background-repeat: repeat repeat !important; border-bottom-color: rgb(204, 204, 204) !important; border-bottom-style: dotted !important; border-bottom-width: 1px !important; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: rgb(204, 204, 204) !important; cursor: pointer !important; display: inline !important; float: none !important; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 1px !important; padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; padding-top: 0px !important; position: static; text-decoration: none !important;">Forest Park</span> Ir. H. Juanda Arcamanik 5 km or regions. There is also a tourist attraction<br />
<div style="text-align: center;">
<img height="213" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSo9ExXExEz_EkbrNTwvfrAG6CD8e93rwqFG8C1PxC6I4ggL9J-OzqP7Mk" width="320" />
</div>
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: blue; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<b style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;">Maribaya,</b></div>
Maribaya tourism object is located 4 km south-east of Lembang. This location has hot water springs, gardens and waterfalls as high as 2.5 meters. Maribaya is a tourist site visited by many families, especially on holiday weekends. Hot springs contain sulfur Maribaya comfortable swimming or bathing.<br />
<div style="text-align: center;">
<img height="239" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQN3Rb6HOXDnjOSKeQSLL1W3ab1CZk5M-TiMgp1CHv3NGUlpHZQhrh6rQ" width="320" />
</div>
<div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: blue; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<b style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;">Mount Tangkuban Perahu</b></div>
the Mountain is famous with the Sangkuriang legend which is an original story of the people of west java. Tangkuban Perahu is one of the volcanos in West Java, to be precise in Lembang, about 30 km north of the city of Bandung, with a height of 2084 meters above sea level. To get there it takes approximately 30 minutes by motor vehicle. This mountain has many craters, between craters; the crater of the Queen is the largest crater, followed by Upas Crater which lies adjacent to the crater of the Queen. Some craters remove sulfur smell of smoke, there is even prohibited to descend the crater, because the smell of toxic smoke.<br />
<div class="separator" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<img height="240" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQnSem6S9R1awOvj-0Xb87pwYmc67FZdJlQoC4e76LCG3EEGSAwGTlb4eov" width="320" />
</div>
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<div style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: blue; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
<b style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;">Cikole Camp</b></div>
Cikole Camp / Cikole Endah a tourist location which is managed by Perum Perhutani is located about 30 km from Bandung, precisely in Cikole Village, Lembang district, west of Bandung regency.<br />
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
Besides functioning as a vehicle for daily tours, this location is often used for camping. At this location there is the campsite that can accommodate 50 units of tents. The forest area of approximately 10 hectares and was previously a pine forest production has now developed into a campground. But not only pine in this area there are also many trees and calothyrsus Aghatis.<br />
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<div class="separator" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; clear: both; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIVJUF816W3qdKFTd7Juc4aUSZC9zX6Xxcs2wFmgQDYHIbFp-0nKHBPr1dQI7lpUdUzHGREPxTqkqKY_eL1dhtZz6Epya9Zyu0lVJL2wE1c7ujT7EsED2bj3NTbzDKHNmYWFcAP2ZHcqo/s1600/lembang6.jpg" imageanchor="1" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-image: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #5588aa; margin-bottom: 0px; margin-left: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIVJUF816W3qdKFTd7Juc4aUSZC9zX6Xxcs2wFmgQDYHIbFp-0nKHBPr1dQI7lpUdUzHGREPxTqkqKY_eL1dhtZz6Epya9Zyu0lVJL2wE1c7ujT7EsED2bj3NTbzDKHNmYWFcAP2ZHcqo/s400/lembang6.jpg" style="border-bottom-color: rgb(207, 207, 207); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-image: initial; border-left-color: rgb(207, 207, 207); border-left-style: solid; border-left-width: 1px; border-right-color: rgb(207, 207, 207); border-right-style: solid; border-right-width: 1px; border-style: initial; border-style: initial; border-style: initial; border-top-color: rgb(207, 207, 207); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; border-width: initial; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 4px; padding-left: 4px; padding-right: 4px; padding-top: 4px;" width="400" /></a></div>
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
<br style="margin-bottom: 0pt; margin-left: 0pt; margin-right: 0pt; margin-top: 0pt; padding-bottom: 0pt; padding-left: 0pt; padding-right: 0pt; padding-top: 0pt;" />
In addition to the above tourism object, in this district there Bosscha Observatory, which is one of the oldest star observation in Indonesia.<br />
For more information, you can visit http://www.wisatalembang.com.</div>
<!--EndFragment-->Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/15741841962338075030noreply@blogger.com0